SurrogatesSatu hal yang saya sukai dalam film ini adalah akting para robot pengganti yang merupakan para aktor saat masa muda. Sisanya adalah aksi laga dan konflik drama standar. Menghibur, tapi tidak cukup mengguncang karena penonton pasti akan langsung teringat film semacam A.I, Bicentennial Man, maupun I, Robot.
Bayangkan film alien dimana para alien tidak menjadi yang memburu (berusaha menguasai bumi dan penduduknya) tetapi justru yang diburu. District 9 adalah jawabannya. Alien disini justru menjadi sebuah pesakitan dan minoritas yang keberadaannya diawasi manusia. Mengingatkan pada tawanan kamp konsentrasi dan politik apartheid Afrika Selatan (yang kebetulan atau tidak lokasi filmnya adalah kota Johannesburg, Afrika Selatan).
Menonton film ini seperti menonton Cloverfield. Bedanya Cloverfield menggunakan sudut pandang kamera yang merekam segala kejadian, District 9 menggunakan pendekatan film dokumenter sehingga seolah-olah merupakan kejadian nyata (lengkap dengan wawancara ala dokumenter). Akting Sharlto Copley sebagai tokoh utama Wikus van der Merwe cukup baik di sini. Efek visualnya juga baik. Sebuah film alien yang tidak patut untuk dilewatkan.
Sebuah film yang sangat diantisipasi pada tahun ini namun gagal dalam bercerita. Ok, efek khusus yang ditampilkan pada film ini jauh lebih banyak dan lebih bagus dari film pertamanya. Tapi tetap tak dapat menampik bahwa cerita yang dihadirkan amat tidak masuk akal (untuk film laga sains fiksi), komedi yang ditampilkan amat buruk (untuk film laga komedi), dan penuh dengan eksploitasi Megan Fox (sangat memaksa dan terkesan komersil). Durasi film pun sangat lama (2,5 jam) dan menjadikan mata penonton dapat bosan dengan kecanggihan robot-robot (yang menurut saya terlalu banyak ditampilkan) dan laga-laga yang fantastis. Ini belum ditambah dengan cerita tidak masuk akal yang bisa membuat penonton kritis seperti saya menguap di sepertiga awal film dan tidak berhenti melihat jam karena bosan.
Saya cukup terpukau dengan Transformers pertama, tapi setelah menonton yang kedua saya menjadi kecewa. Seharusnya sekuel bisa memberikan bobot cerita yang lebih baik dari film sebelumnya, bukan hanya dengan menampilan efek khusus yang lebih ciamik. Sayang!
Prekuel yang dibuat dengan sangat baik dan menghibur. Bagaimana sutradara JJ Abrams memilih para pemain muda pemeran Kirk, Spock, dan kawan-kawan, efek-efek khusus yang dikemas, selipan bumbu-bumbu humor, serta cerita yang cukup kuat membuat film ini layak ditonton dalam jajaran film-film musim panas. Jangan bayangkan Anda akan kebingungan karena tidak pernah menonton film Star Trek sebelumnya, karena film ini justru menjadi semacam pembuka dari serial film Star Trek lain (meski menceritakan adanya dunia alternatif dari Star Trek sendiri).
Sebuah awal yang baik dari kembalinya serial film Star Trek.
Sinema, Sinema! 
Komentar Terbaru